KATA
PENGANTAR
Pertama-tama
perkenankanlah kami selaku penyusun makalah ini mengucapkan puji syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan judul Perilaku
Terpuji.
Tujuan
disusunnya makalah ini adalah untuk memahami aspek pendidikan agama islam
terutama untuk perilaku terpuji. Dengan mempelajari isi dari makalah ini
diharapkan generasi muda bangsa mampu menjadi islam yang sesungguhnya, saleh,
beriman kepada Allah SWT dan bermanfaat bagi masyarakat.
Ucapan
terima kasih dan puji syukur kami sampaikan kepada Allah dan semua pihak yang
telah membantu kelancaran, memberikan masukan serta ide-ide untuk menyusun
makalah ini.
Kami
selaku penyusun telah berusaha sebaik mungkin untuk menyempurnakan makalah ini,
namun tidak mustahil apabila terdapat kekurangan maupun kesalahan. Oleh karena
itu kami memohon saran serta komentar yang dapat kami jadikan motivasi untuk
menyempurnakan pedoman dimasa yang akan datang.
Cianjur,
26 Februari 2012
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR
ISI............................................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN............................................................................................ 3
1.1
LATAR BELAKANG.............................................................................................. 3
1.2
RUMUSAN MASALAH............................................................................................. 4
1.3
TUJUAN................................................................................................................. 4
BAB
II PEMBAHASAN................................................................................................ 5
2.1 ADAB BERPAKAIAN.............................................................................................. 5
2.2 ADAB BERHIAS ................................................................................................... 8
2.3 ADAB DALAM PERJALANAN............................................................................. 9
2.4 ADAB BERTAMU............................................................................................. 11
2.5 ADAB MENERIMA TAMU .................................................................................. 15
BAB
III PENUTUP........................................................................................... 17
3.1 KESIMPULAN ................................................................................................. 17
3.2 SARAN.................................................................................................................. 17
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................... 18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengertian Adab
menurut bahasa ialah kesopanan, kehalusan dan kebaikan budi pekerti, akhlak.
Adapun menurut M. Sastra Praja, adab yaitu tata cara hidup, penghalusan atau
kemuliaan kebudayaan manusia.
Sedangkan menurut
istilah, adab ialah: “Adab ialah suatu ibarat tentang pengetahuan yang
dapat menjaga diri dari segala sifat yang salah”.
Dengan demikian dapatlah diambil pengertian bahwa adab ialah
mencerminkan baik buruknya seseorang, mulia atau hinanya seseorang, terhormat
atau tercelanya nilai seseorang. Maka jelaslah bahwa seseorang itu bisa mulia
dan terhormat di sisi Allah dan manusia apabila ia memiliki adab dan budi
pekerti yang baik.
Seseorang akan menjadi
orang yang beradab dengan baik apabila ia mampu menempatkan dirinya pada sifat
kehambaan yang hakiki. Tidak merasa sombong dan tinggi hati dan selalu ingat
bahwa apa yang ada di dalam dirinya adalah pemberian dari Allah swt.
Sifat-sifat tersebut telah dimiliki Rasulullah saw. Secara utuh dan sempurna.
Oleh sebab itu Allah swt. memuji beliau dengan firmannya yang artinya:
“Dan sesungguhnya kamu
benar-benar berbudi pekerti yang agung”.
Menurut al-Ghazali
akhlak mulia adalah sifat-sifat yang dimiliki oleh para utusan Allah swt. yaitu
para Nabi dan Rasul dan merupakan amal para shadiqin. Akhlak yang baik itu
merupakan sebagian dari agama dan hasil dari sikap sungguh-sungguh dari latihan
yang dilakukan oleh para ahli ibadah dan para mutaqin.
Al-Ghazali sangat
menaruh perhatian kepada pendidikan akhlak. Hal ini dapat dilihat dari
perkataan beliau: “ Ketahuilah, bahwa tasawuf itu adalah dua hal, yaitu
ketulusan kepada Allah swt. dan pergaulan yang baik dengan sesama manusia”.
Al-Ghazali berpendapat
bahwa pendidikan akhlak hendaknya didasarkan atas mujahadah (ketekunan) dan
latihan jiwa. Mujahadah dan riyadhah-nafsiyah (ketekunan dan latihan kejiwaan)
menurut al-Ghazali ialah membebani jiwa dengan amal-amal perbuatan yang
ditujukan kepada khuluk yang baik, sebagaimana kata beliau: “Barangsiapa yang
ingin dirinya mempunyai akhlak pemurah, maka ia harus melatih diri untuk
melakukan perbuatan-perbuatan pemurah, yakni dermawan, dan gemar bersedekah.
Jika beramal bersedekah dilakukan secara istiqamah, maka akan jadi kebiasaan”.
Hal ini sejalan dengan firman Allah swt.:
“Dan orang-orang yang
berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada
mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang
yang berbuat baik”.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang di atas, dapat dirumuskan latar belakang dari permasalahan
sebagai berikut :
o
Apa yang di maksud dengan adab atau sopan
santun ?
o
Apa saja contoh dan cara menumbuhkan adab
berpakaian, berhias, perjalan, bertamu dan menerima tamu ?
1.3 TUJUAN
Tujuan
dari penulisan makalah ini antara lain:
o
Sebagai bentuk penyelesaian tugas mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam.
o
Untuk menjelaskan macam-macam perilaku terpuji
yang dianjurkan dan di ridhoi Allah SWT serta penerapannya di kehidupan
sehari-hari.
o
Sarana informasi tentang apa, bagaimana penerapan
dan contoh dari perilaku terpuji.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
ADAB BERPAKAIAN
Islam melarang umatnya berpakaian terlalu tipis atau ketat
(sempit sehingga membentuk tubuhnya yang asli). Kendati pun fungsi utama (sebagai
penutup aurat) telah dipenuhi, namun apabila pakaian tersebut dibuat secara
ketat (sempit) maka hal itu dilarang oleh Islam. Demikian juga halnya pakaian
yang terlalu tipis. Pakaian yang ketat akan menampilkan bentuk tubuh
pemakainya, sedangkan pakaian yang terlalu tipis akan menampakkan warna kulit
pemakainya. Kedua cara tersebut dilarang oleh Islam karena hanya akan menarik
perhatian dan menggugah nafsu syahwat bagi lawan jenisnya. Dalam hal ini
Rasulullah SAW bersabda:
صِنْقَانِ مِنْ
اَهْلِ النَّارِ لَمْ اَرَهُمَا قَوْمٌ سِيَاطٌ كَا الاَذْنَابِ الْبَقَرِ
يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ . وَ نِسَاءٌ كَا سِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ
رَؤَوْسَهُنَّ كَأَشْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلاَةِ لاَ يَدْخُلْنَ
الْجَنَّةَ وَ لاَ يَخِذْ نَ رِيْحَهَا لَيُوْخَذُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذاً وَ
كَذاً(رواه مسلم)
Artinya: “Ada dua
golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya, yaitu 1) kaum
yang membawa cambuk seperti seekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang
(penguasa yang kejam, 2) perempuan-perempuan yang berpakaian, tetapi telanjang,
yang cenderung kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka
itu tidak bisa masuk surga dan tidak akan mencium bau surga padahal bau surga
itu dapat tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian.” (HR Muslim)
Ada dua maksud yang
menjadi kesimpulan pada hadits ini, yaitu sebagai berikut:
1. Maksud kaum yang membawa
cambuk seperti seekor sapi ialah perempuan-perempuan yang suka menggunakan
rambut sambungan (cemara dalam bahasa jawa), dengan maksud agar
rambutnya tampak banyak dan panjang sebagaimana wanita lainnya. Selanjutnya,
yang dimaksud rambutnya seperti atau sebesar punuk unta adalah sebutan bagi
wanita yang suka menyanggul rambutnya. Kedua macam cara tersebut (memakai
cemara dan menyanggul) termasuk perkara yang tecela dalam Islam
2. Mereka dikatakan
berpakaian karena memang mereka menempelkan pakaian pada tubuhnya, tetapi
pakaian tersebut tidak berfungsi sebagai penutup aurat. Oleh karena itu, mereka
dikatakan telanjang. Pada zaman modern seperti sekarang ini, amat banyak
manusia (perempuan) mengenakan pakaian yang amat tipis sehingga warna kulitnya
tampak jelas dari luar. Sementara itu banyak pula perempuan yang memakai
pakaian relatif tebal, namun karena sangat ketat sehinga bentuk lekuk tubuhnya
terlihat jelas. Kedua cara berpakaian seperti itu (terlampau tipis dan ketat)
termasuk perkara yang dilarang dalam Islam.
2.1.1 Ciri-ciri pakaian wanita Islam di luar rumah
·
Pakaian itu haruslah menutup aurat sebagaimana yang
dikehendaki syariat.
·
Pakaian itu tidak terlalu tipis sehingga kelihatan
bayang-bayang tubuh badan dari luar.
·
Pakaian itu tidak ketat atau sempit tapi longgar dan enak
dipakai. la haruslah menutup bagian-bagian bentuk badan yang menggiurkan nafsu
laki-laki.
·
Warna pakaian tersebut suram atau gelap seperti hitam, kelabu
asap atau perang.
·
Pakaian itu tidak sekali-kali dipakai dengan bau-bauan yang
harum
·
Pakaian itu tdak ‘bertasyabbuh’ (bersamaan atau
menyerupai)dengan pakaian laki-laki yaitu tidak meniru-niru atau menyerupai
pakaian laki-laki.
·
Pakaian itu tidak menyerupai pakaian perempuan-perempuan kafir
dan musyrik.
·
Pakaian itu bukanlah pakaian untuk bermegah-megah atau untuk
menunjuk-nunjuk atau berhias-hias.
Aurat perempuan yang merdeka (demikian juga khunsa) dalam
sholat adalah seluruh badan kecuali muka dan telapak tangan yang lahir dan
batin hingga pergelangan tangannya. Oleh karena itu jika nampak rambut yang
keluar ketika sholat atau nampak batin telapak kaki ketika rukuk dan sujud,
maka batallah sholatnya.
Aurat perempuan merdeka di luar sholat Di hadapan laki-laki
ajnabi atau bukan muhram
Yaitu seluruh badan.
Artinya, termasuklah muka, rambut, kedua telapak tangan (lahir dan batin) dan
kedua telapak kaki (lahir dan batin). Maka wajiblah ditutup atau dilindungi
seluruh badan dari pandangan laki-laki yang ajnabi untuk mengelakkan dari
fitnah. Demikian menurut mahzab Syafei.
Di hadapan perempuan yang kafir Auratnya adalah seperti aurat
bekerja yaitu seluruh badan kecuali kepala, muka, leher, dua telapak tangan
sampai kedua siku dan kedua telapak kakinya. Demikianlah juga aurat ketika di
hadapan perempuan yang tidak jelas pribadi atau wataknya atau perempuan yang
rosak akhlaknya.
Ketika sendirian, sesama perempuan dan laki-laki yang menjadi
muhramnya Auratnya adalah di antara pusat dan lutut Walau bagaimanapun, untuk
menjaga adab dan untuk memelihara dan berlakunya hal yang tidak diingini, maka
perlulah ditutup lebih dari itu agar tidak menggiurkan nafsu. Ini adalah
penting untuk menghindarkan fitnah.
Salah satu permasalahan yang kerap kali dialami oleh
kebanyakan manusia dalam kesehariannya adalah melepas dan memakai pakaian baik
untuk tujuan pencucian pakaian, tidur, atau yang selainnya. Sunnah-sunnah yang
berkaitan dengan melepas dan memakai pakaian adalah sebagai berikut :
Mengucapkan Bismillah. Hal itu diucapkan baik ketika melepas maupun memakai
pakaian. Imam An-Nawawy berkata : “Mengucapkan bismillah adalah sangat
dianjurkan dalam seluruh perbuatan”. Memulai Dengan Yang Sebelah Kanan Ketika
Akan Memakai Pakaian. Berdasarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Apabila
kalian memakai pakaian maka mulailah dengan yang sebelah kanan”.
2.1.2 Kaum Lelaki
Dilarang Memakai Cincin Emas dan Pakaian Sutra
Dalam hal ini, cincin emas dan pakaian sutra yang dipakai oleh
kaum lelaki, Khalifah Ali r.a pernah berkata:
نَهَاتِى
رَسُوْلُ اللهِ ص م عَنِ التَّخَتُمِ بِالذَّهَبِ وَ عَنْ لِبَاسِ الْقَسِّى وَ
عَنْلِبَاسِ الْمُعَصْفَرِ (رواه الطبرانى)
Artinya: “ Rasulullah
SAW pernah melarang aku memakai cincin emas dan pakaian sutra serta pakaian
yang dicelup dengan ashfar.” (HR Thabrani)
Yang dimaksud dengan ashfar ialah semacam wenter berwarna
kuning yang kebanyakan dipakai oleh wanita kafir pada zaman itu. Ibnu umar
meriwayatkan sebagai berikut:
رَأَى رَسُوْلُ
اللهِ ص م عَلَيَّ ثَوْبَيْنِ مُعَصْفَرَيْنِ فَقَالَ : اِنَّ هَذِهِ مِنْ
ثِيَابِالْكُفَّارِ فَلاَ تَلْبَسْهَا
Artinya: “Rasulullah
SAW pernah melihat aku memakai dua pakaian yang dicelup dengn ashfar maka sabda
beliau: Ini adalah pakaian orang-orang kafir, oleh karena itu janganlah engkau
pakai.”
Larangan bagi laki-laki memakai cincin emas dan pakaian dari
sutra adalah suatu didikan moral yang tinggi. Allah telah menciptakan kaum
lelaki yang memiliki naluri berbeda dengan perempuan, memiliki susunan tubuh
yang berbeda dengan tubuh perempuan. Lelaki memiliki naluri untuk melindungi
kaum perempuan yang relatif lemah kondosi fisiknya. Oleh sebab itu, sangat
tidak layak kiranya apabila lelaki meniru tingkah laku perempuan yang suka
berhias dan berpakaian indaah serta suka dimanja. Dari sisi lain, larangan ini sekaligus
sebagai upaya pencegahan terhadap sikap hidup bermewah-mewahan, sementara masih
banyak rakyat yang hidup dibawah garis kemiskinan.
2.2 ADAB BERHIAS
Pada hakikatnya Islam mencintai keindahan selama keindahan
tersebut masih berada dalam batasan yang wajar dan tidak bertentangan dengan
norma-norma agama.
Beberapa ketentuan agama
dalam masalah berhias ini antara lain sebagai berikut:
o Laki-laki dilarang memakai cincin emas
Sebagaimana larangan
yang ditujukan oleh Rasulullah SAW terhadap Ali r.a
o Jangan bertato dan mengikir gigi
Pada zaman jahiliyah
banyak wanita Arab yang menato sebagian besar tubuhnya, muka dan tangannya
dengan warna biru dalam bentuk ukiran. Pada zaman sekarang ini (khususnya di
lingkungan masyrakat kita) bertato banyak dilakukan oleh kaum lelaki. Dengan
bertato ini, mereka merasa mempunyai kelebihan dari orang lain.
Adapun yang dimaksud
dengan mengikir gigi ialah memendekkan dan merapikan gigi. Mengikir gigi banyak
dilakukan oleh kaum perempuan dengan maksud agar tampak rapi dan cantik.
Rasulullah SAW bersabda;
لَعَنَ رَسُوْلُ
اللهِ ص م اَلْوَاشِمَةَ وَ الْمُشْتَوْشِمَةَ وَ اْلوَاشِرَةَ
وَاْلمُشْتَوْشِرَةَ
(رواه الطبرانى)
Artinya: “Rasulullah
SAW melaknat perempuan yang menato dan yang minta ditato, yang mengikir gigi
dan yang minta dikikir giginya.” (HR At Thabrani)
o Jangan menyambung rambut
Selain hadits yang
tersebut didepan (dalam hal menyambung rambut) terdapat pula riwayat sebagai
berikut:
سَاَلَتْ
اِمْرَاَةَ النَّبِيَّ ص م فَقَالَتْ يَا رَسُوِلُ اللهِ اِنَّ ابْنَتِي اَصَابَتْهَا
الْحِصْيَةُ فَاَمْرَقَ شَعْرُهَا وَاِنِّي زَوَّجْتُهَا اَفَأَصِلُ فِيْهِ؟
فَقَالَ : لَعَنَ اللهِ الْوَاصِلَةَ وَ الْمُسْتَوْصِلَةَ (زواه البجارى)
Artinya: “Seorang
perempuan bertanya kepada nabi SAW: Ya Rasulullah, sesunguhnya anak saya
tertimpa suatu penyakit sehingga rontok rambutnya, dan saya ingin menikahkan
dia. Apakah boleh saya menyambung rambutnya?. Rasulullah menjawab: Allah
melaknat perempuan yang melaknat perempuan yang melaknat rambutnya.” (HR
Bukhari)
o Jangan berlebih-lebihan dalam berhias
Berlebih lebihan ialah
melewati datas yang wajar dalam menikmati yang halal. Berhias secara
berlebih-lebiha cenderung kepada sombong dan bermegah-megahan yang sangat
tercela dalam Islam. Setipa muslim dan muslimat harus dapat menjauhkan diri
dari hal-hal yang dapat menyebabkan kesombongan, baik dalam berpakaian maupun
dalam berhias bentuk yang lain. Memoles wajah dengan bahan make-up terlampau
banyak serta menggunakan perhiasan emas pada leher, kedua tangan dan kedua kaki
secara mencolok termasuk berlebih-lebihan. Perbuatan yang demikian itu tidak
lain adalah bermaksud untuk menarik perhatian pihak lain, terutama lawan
jenisnya. Apabila yang dimaksudkan adalah untuk menarik perhatian suaminya maka
hal itu baik untuk dilakukan. Akan tetapi, apabila yang dimaksud itu semua
orang (selain suami) maka hal itu termasuk perbuatan yang dialranga dalam
Islam. Selain menjurus kepada sikap sombong, berlebih-lebihan termasuk
perbuatan tabzir, sedangkan tabzirdilarang oleh Allah
SWT. (lihat al-qur’an onlines di google)
Artinya: “26) Dan
berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin
dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros. 27) Sesungguhnya pemboros-pemboros itu
adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada
Tuhannya. (QS Al Isra : 26-27)
2.3 ADAB PERJALANAN
2.3.1 Tata Krama di Jalan Raya
Mengacu kepada ayat Al – Qur’an tersebut setiap muslim/muslimah
hendaknya menaati ajaran ajaran Allah swt dan rasulnya (ajaran islam ) dan
undang-undang serta peraturan pemerintah dimana pun dia berada misalkan ketika
berada dalam perjalanan
Seseorang dianggap bertata krama dalam perjalanan , apabila
tatkala ia menggunakan jalan umum atau jalan raya, ia menaati undang undang dan
peraturan lalu lintas yang telah ditetapkan pemerintah . misalnya
a)
Pejalan kaki hendaknya
o Berjalan disebelah kiri jalan atau kalau ada trotoarnya
diharuskan berjalan di trotoar
o Haru menaati lampu merah walaupun saat terburu buru
o Menyeberang di jembatan penyeberangan atau di zebra cross
o Menjaga sopan santun dan tidak melakukan tindakan yang
mengganggu ketertiban umum
b) Pengemudi kendaraan
bermotor hendaknya
o Memperhatikan dan menaati rambu rambu lalu lintas
o Melengkapi kelengkapan kendaraan seperti SIM , STNK dan helom
(bagi pengendara motor)
o Mengemudi dalam batas kecepatan yang sesuai dengan keadaan jalan
raya . misalkan saaat padat kendaraan tidak mengemudi di atas 25 km/jam
o Tidak membuang sampah sembarangan
o Tidak menggunakan HP ketika sedang dalam mengendarai motor atau
mobil
c) Pejalan kaki dan
Pengemudi kendaraan bermotor hendaknya
o Menjauhkan diri dari makan yang terlalu kenyang, memakai
perhiasan yang berlebihan dan bermewah-mewah dalam makanan dan kendaraan.
o Berbuatlah yang baik (halus) kepada setiap orang bahkan kepada
pengemis sekalipun. Hendaknya menjauhkan diri dari permusuhan, pertengkaran,
berlaku kasar dan berdesak-desakan dengan orang lain dalam perjalanan.
o Menjaga lisannya dari mencela, membicarakan kejelekan orang,
mencela binatang dan semua perkataan yang jelek.
o Sebaiknya melakukan perjalanan berkelompok untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan dan memang disunnahkan untuk tidak menyendiri
dalam perjalanan.
o Apabila berjalan dalam kelompok tiga orang atau lebih, maka
pilihlah salah seorang untuk menjadi pemimpin. Pilihlah orang yang paling baik
dan yang paling luas pandangannya (pengalamannya).
o Jangan membawa anjing atau lonceng dalam perjalanan karena
Malaikat tidak akan menemani rombongan yang didalamnya terdapat anjing atau
lonceng. Apabila salah seorang dari anggota rombongan membawa anjing atau
lonceng dan kita tidak mampu mencegahnya.
2.3.2
Tata Krama Bagi Para Penumpang Kendaraan Umum
Bagi para penumpang kendaraan umum seperti bis dan kereta api
hendaknya memperhatikan dan melaksanakan tata krama , antara lain :
o Bermanis muka dan bertutur kata baik , terhadapa para penumpang
lainnya
o Seorang penumpang kendaraan umum hendaknya hormat kepada
penumpang yang lebih tua , dan sayang kepada penumpang lain yang lebih muda
o Jika diperlukan sesame penumpang hendaknya saling tolong
menolong dalam kebaikan
o Jangan melakukan perbuatan yang mengganggu dan merugikan
penumpang lain
2.4 ADAB BERTAMU
Bertamu adalah salah satu cara untuk menyambung tali
persahabatan yang dianjurkan oleh Islam. Islam memberi kebebasan untuk umatnya
dalam bertamu. Tata krama dalam bertamu harus tetap dijaga agar tujuan bertamu
itu dapat tercapai. Apabila tata krama ini dilanggar maka tujuan bertamu itu
justru akan menjadi rusak, yakni merenggangnya hubungan persaudaran. Islam
telah memberi bimbingan dalam bertamu, yaitu jangan bertamu pada tiga waktu
aurat.
Yang dimaksud dengan tiga waktu aurat ialah sehabis zuhur,
sesudah isya’, dan sebelum subuh. Allah SWT berfirman: (lihat al-qur’an onlines
di google)
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu
miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada
kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu
menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya’.
(Itulah) tiga ‘aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka
selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada
keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan
ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS
An Nur : 58)
Ketiga waktu tersebut dikatakan sebagai waktu aurat karena
waktu-waktu itu biasanya digunakan. Lazimnya, orang yang beristirahat hanya
mengenakan pakaian yang sederhana (karena panas misalnya) sehingga sebagian
dari auratnya terbuka. Apabila budak dan anak-anak kecil saja diharuskan
meminta izin bila akan masuk ke kamar ayah dan ibunya, apalagi orang lain yang
bertamu. Bertamu pada waktu-waktu tersebut tidak mustahil justru akan
menyusahkan tuan rumah yang hendak istirahat, karena terpaksa harus berpakaian
rapi lagi untuk menerima kedatangan tamunya.
2.4.1 Cara Bertamu yang Baik
Cara bertamu yang baik
menurut Islam antara lain sebagai berikut:
o Berpakaian yang rapi dan pantas
Bertamu dengan memakai
pakaian yang pantas berarti menghormati tuan rumah dan dirinya sendiri. Tamu
yang berpakaian rapi dan pantas akan lebih dihormati oleh tuan rumah, demikian
pula sebaliknya. Allah SWT berfirman: (lihat al-qur’an onlines di google)
Artinya: “Jika kamu
berbua baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu
berbuat jahat maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri….” (QS Al Isra : 7)
o Memberi isyarat dan salam ketika
datang
Allah SWT berfirman:
(lihat al-qur’an onlines di google)
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu
sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu
lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS An Nur : 27)
Diriwayatkan bahwa:
اِنَّ رَجُلاً اِسْتَأْذَنَ عَلى النَّبِيِّ ص م وَ هُوَ فِى بَيْتٍ فَقَالَ :
“اَلِجُ” فَقَالَ النَّبِيُّ ص م لِجَادِمِهِ : اُخْرُجْ اِلَى هَذَا فَعَلِّمْهُ
الاِسْتِأْذَانَ فَقَلَ لَهُ : قُلْ “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَ اَدْخُلْ”
فَسَمِعَهُ الرِّجَلْ فَقُلْ “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَ اَدْخُلْ” فَاَذِنَ
النَّبِيُّ ص م قَدْ دَخَلَ (رواه ابو داود)
Artinya: “Bahwasanya
seorang laki-laki meminta izin ke rumah Nabi Muhammad SAW sedangkan beliau ada
di dalam rumah. Katanya: Bolehkah aku masuk? Nabi SAW bersabda kepada
pembantunya: temuilah orang itu dan ajarkan kepadanya minta izin dan katakan
kepadanya agar ia mengucapkan “Assalmu alikum, bolehkah aku masuk” lelaki itu
mendengar apa yang diajarkan nabi, lalu ia berkata “Assalmu alikum, bolehkah
aku masuk?” nabi SAW memberi izin kepadanya maka masuklah ia. (HR Abu
Daud)
o Jangan mengintip ke dalam rumah
Rasulullah SAW bersabda
yang artinya: “Dari Sahal bin Saad ia berkata: Ada seorang lelaki mengintip
dari sebuh lubang pintu rumah Rasulullah SAW dan pada waktu itu beliau sedang
menyisir rambutnya. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Jika aku tahu engkau
mengintip, niscaya aku colok matamu. Sesungguhnya Allah memerintahkanuntuk
meminta izin itu adalah karena untuk menjaga pandangan mata.” (HR Bukhari)
o Minta izin masuk maksimal sebanyak
tiga kali
Jika telah tiga namun
belum ada jawaban dari tuan rumah, hendaknya pulang dahulu dan datang pada lain
kesempatan.
o Memperkenalkan diri sebelum masuk
Apabila tuan rumah belum
tahu/belum kenal, hendaknya tamu memperkenalkan diri secara jelas, terutama
jika bertamu pada malam hari. Diriwayatkan dalam sebuah hadits yang artinya: “dari
Jabir ra Ia berkata: Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW lalu aku mengetuk
pintu rumah beliau. Nabi SAW bertanya: “Siapakah itu?” Aku menjawab: “Saya”
Beliau bersabda: “Saya, saya…!” seakan-akan beliau marah” (HR Bukhari)
Kata “Saya” belum
memberi kejelasan. Oleh sebab itu, tamu hendaknya menyebutkan nama dirinya
secara jelas sehingga tuan rumah tidak ragu lagi untuk menerima kedatangannya
o Tamu lelaki dilarang masuk kedalam
rumah apabila tuan rumah hanya seorang wanita
Dalam hal ini, perempuan
yang berada di rumah sendirian hendaknya juga tidak memberi izin masuk tamunya.
Mempersilahkan tamu lelaki ke dalam rumah sedangkan ia hanya seorang diri sama
halnya mengundang bahay bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itu, tamu cukup
ditemui diluar saja.
o Masuk dan duduk dengan sopan
Setelah tuan rumah
mempersilahkan untuk masuk, hendajnya tamu masuk dan duduk dengan sopan di
tempat duduk yang telah disediakan. Tamu hendaknya membatasi diri, tidak
memandang kemana-mana secara bebas. Pandangan yang tidak dibatasi (terutama
bagi tamu asing) dapat menimbulkan kecurigaan bagi tuan rumah. Tamu dapat
dinilai sebagai orang yang tidak sopan, bahkan dapat pula dikira sebagai orang
jahat yang mencari-cari kesempatan. Apabila tamu tertarik kepada sesuatu
(hiasan dinding misalnya), lebih ia berterus terang kepada tuan rumah bahwa ia
tertarik dan ingin memperhatikannya.
o Menerima jamuan tuan rumah dengan
senang hati
Apabila tuan rumah
memberikan jamuan, hendaknya tamu menerima jamuan tersebut dengan senang hati,
tidak menampakkan sikap tidak senang terhadap jamuan itu. Jika sekiranya tidak
suka dengan jamuan tersebut, sebaiknya berterus terang bahwa dirinya tidak
terbiasa menikmati makanan atau minuman seperti itu. Jika tuan rumah telah
mempersilahkan untuk menikmati, tamu sebaiknya segera menikmatinya, tidak usah
menunggu sampai berkali-kali tuan rumah mempersilahkan dirinya.
o Mulailah makan dengan membaca basmalah
dan diakhiri dengan membaca hamdalah
Rasulullah bersabda
dalam sebuah hadits yang artinya: “Jika seseorang diantara kamu hendak makan
maka sebutlah nama Allah, jika lupa menyebut nama Allah pada awalnya, hendaklah
membaca: Bismillahi awwaluhu waakhiruhu.” ( HR Abu Daud dan Turmudzi)
o Makanlah dengan tangan kanan, ambilah
yang terdekat dan jangan memili
Islam telah memberi
tuntunan bahwa makan dan minum hendaknya dilakukan dengan tangan kanan, tidak
sopan dengan tangan kiri (kecuali tangan kanan berhalangan). Cara seperti ini
tidak hanya dilakukan saat bertamu saja. Mkelainkan dalam berbagai suasana,
baik di rumah sendiri maupun di rumah orang lain
o Bersihkan piring, jangan biarkan sisa
makanan berceceran
Sementara ada orang yang
merasa malu apabila piring yang habis digunakan untuk makan tampak bersih,
tidak ada makann yang tersisa padanya. Mereka khawatir dinilai terlalu lahap.
Islam memberi tuntunan yang lebih bagus, tidak sekedar mengikuti perasaan
manusia yang terkadang keliru. Tamu yang menggunakan piring untuk menikmati
hidangan tuan rumah, hendaknya piring tersebut bersih dari sisa makanan. Tidak
perlu menyisakan makanan pada pring yang bekas dipakainya yang terkadang
menimbulkan rasa jijik bagi yang melihatnya.
o Segeralah pulang setelah selesai
urusan
Kesempatan bertamu dapat
digunakan untuk membicarakan berbagai permasalahan hidup. Namun demikian,
pembicaraan harus dibatasi tentang permasalahan yang penting saja, sesuai
tujuan berkunjung. Hendaknya dihindari pembicraan yang tidak ada ujung
pangkalnya, terlebih membicarakan orang lain. Tamu yang bijaksana tidak suka
memperpanjang waktu kunjungannya, ia tanggap terhadap sikap tuan rumah. Apabila
tuan rumah tekah memperhatikan jam, hendaknya tamu segera pamit karena mungkin
sekali tuan rumah akan segera pergi atau mengurus masalah lain. Apabila tuan
ruamh menghendaki tamunya untuk tetap tinggal dahulu, hendaknya tamu
pandai-pandai membaca situasi, apakah permintaan itu sungguh-sungguh atau hanya
sekadar pemanis suasana. Apabila permintaan itu sungguh-sungguh maka tiada
salah jika tamu memperpanjang masa kunjungannya sesuai batas kewajaran.
2.4.2
Lama
Waktu Bertamu Maksimal Tiga Hari Tiga Malam
Terhadap tamu yang jauh
tempat tinggalnya, Islam memberi kelonggaran bertamu selama tiga hari tiga
malam. Waktu twersebut dikatakan sebagai hak bertamu. Setelah waktu itu berlalu
maka habislah hak untuk bertamu, kecuali jika tuan rumah menghendakinya. Dengan
pembatasan waktu tiga hari tiga malam itu, beban tuan rumah tidak telampau
berat dalam menjamu tamuhnya.
2.5 ADAB MENERIMA TAMU
2.5.1 Kewajiban Menerima Tamu
Sebagai agama yang sempurna, Islam juga memberi tuntunan bagi
uamtnya dalam menerima tamu. Demikian pentingnya masalah ini (menerima tamu)
sehingga Rasulullah SAW menjadikannya sebagai ukuran kesempurnaan iman.
Artinya, salah satu tolak ukur kesempurnaan iman seseorang ialah sikap dalam
menerima tamu. Sabda Rasulullah SAW:
مَنْ كَاَنَ
يُؤْمِنُ بِا اللهِ وَالْيَوْمِ الاَخِرِ فَالْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ (رواه البخارى)
Artinya: “Barang
siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya.”
(HR Bukhari)
2.5.2 Cara
Menerima Tamu yang Baik
o Berpakaian yang pantas
Sebagaimana orang yang
bertamu, tuan rumah hendaknya mengenakan pakaian yang pantas pula dalam
menerima kedatangan tamunya. Berpakaian pantas dalam menerima kedatangan tamu
berarti menghormati tamu dan dirinya sendiri. Islam menghargai kepada seorang
yang berpakaian rapih, bersih dan sopan. Rasululah SAW bersabda yang artinya: “Makan
dan Minunmlah kamu, bersedekahlah kamu dan berpakaianlah kamu, tetapi tidak
dengan sombong dan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah amat senang melihat
bekas nikmatnya pada hambanya.” (HR Baihaqi)
o Menerima tamu dengan sikap yang baik
Tuan rumah hendaknya
menerima kedatangan tamu dengan sikap yang baik, misalnya dengan wajah yang
cerah, muka senyum dan sebagainya. Sekali-kali jangan acuh, apalagi memalingkan
muka dan tidak mau memandangnmya secara wajar. Memalingkan muka atau tidak
melihat kepada tamu berarti suatu sikap sombong yang harus dijauhi
sejauh-jauhnya.
o Menjamu tamu sesuai kemampuan
Termasuk salah satu cara
menghormati tamu ialah memberi jamuan kepadanya.
o Tidak perlu mengada-adakan
Kewajiban menjamu tamu
yang ditentukan oleh Islam hanyalah sebatas kemampuan tuan rumah. Oleh sebab
itu, tuan rumah tidak perlu terlalu repot dalam menjamu tamunya. Bagi tuan
rumah yang mampu hendaknya menyediakan jamuan yang pantas, sedangkan bagi yang
kurang mampu henaknya menyesuaikan kesanggupannya. Jika hanya mampu memberikan
air putih maka air putih itulah yang disuguhkan. Apabila air putih tidak ada,
cukuplah menjamu tamunya dengan senyum dan sikap yang ramah
o Lama waktu
Sesuai dengan hak tamu,
kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari, termasuk hari istimewanya.
Selebihnya dari waktu itu adalah sedekah baginya. Sabda Rasulullah SAW:
اَلضِّيَافَةُ
ثَلاَثَةُ اَيَّامٍ فَمَا كَانَ وَرَاءَ ذَالِكَ فَهُوَ صَدَقَةُ عَلَيْهِ (متفق عليه)
Artinya: “ Menghormati
tamu itu sampai tiga hari. Adapun selebihnya adalah merupakan sedekah baginya,.”
(HR Muttafaqu Alaihi)
o Antarkan sampai ke pintu halaman jika
tamu pulang
Salah satu cara terpuji
yang dapat menyenangkan tamu adalah apabila tuan rumah mengantarkan tamunya
sampai ke pintu halaman. Tamu akan merasa lebih semangat karena merasa
dihormati tuan rumah dan kehadirannya diterima dengan baik.
2.5.3 Wanita yang sendirian di rumah dilarang menerima tamu
laki-laki masuk ke dalam rumahnya tanpa izin suaminya
Larangan ini bermaksud
untuk menjaga fitnah dan bahaya yang mungkin terjadi atas diri wanita tersebut.
Allah berfirman:
Artinya: ”…Maka
wanita yang saleh, ialah yang taat kepada SAW lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena SAW telah memelihara (mereka)…” (QS An Nisa
: 34
Rasulullah SAW bersabda;
اَلْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا وَ هِيَ
مَسْئُوْلَةٌ عَنْ رَاعِيَتِهَا (رواه احمد و
البجارى و مسلم و ابو داود و الترمدى و ابن عمر)
Artinya: “ Wanita
itu adalah (ibarat) pengembala di rumah suaminya. Dia akan ditanya tentang
pengembalaannya (dimintai pertanggung jawaban).” (HR Ahmad, bukhari,
Muslim, Abu Daud, Turmudzi dan Ibnu Umar)
Oleh sebab itu, tamu lelaki cukup ditemui diluar rumah saja,
atau diminta datang lagi (jika perlu) saat suaminya telah pulang bekerja.
Membiarkan tamu lelaki masuk ke dalam rumah padahal dia (wanita tersebut) hany
seorang diri, sama saja dengan membuka peluang besar akan timbulnya bahaya bagi
diri sendiri. Bahaya yang dimaksud dapat berupa hilangnya harta dan mungkin
sekali akan timbul fitnah yang mengancam kelestarian rumah tangganya.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam
kehidupan bermasyarakat mengenai tata krama, sopan santun atau adab merupakan
masalah penting karena manusia adalah makhluk berakal dan berbudaya.
Macam-macam
sopan santun atau adab , diantaranya adalah berpakaian, berhias, perjalanan,
bertamu dan menerima tamu.
Allah menyukai orang-orang yang
berperilaku terpuji, maka dari itu kita dituntut agar dapat terus berperilaku terpuji.
3.2 Saran
Perilaku
terpuji merupakan perilaku yang disukai Allah SWT, untuk dapat menjalankan
perilaku terpuji kita harus lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dan ikhlas
menjalaninya semata-mata karena Allah SWT. Siapa mereka yang mengingikan hidup
bahagia dunia-akhirat harus bisa berperilaku terpuji.
DAFTAR PUSTAKA